Harus kita akui bahwa ibadah, amal
saleh, dan bentuk-bentuk ketaatan lainnya kepada Allah SWT, masih lebih
sedikit bila dibandingkan dengan aneka kemaksiatan dan dosa yang kita
lakukan pada-Nya.
Sebaliknya, dibanding rahmat-Nya yang sampai kepada kita atau murka- Nya, yang justru deras mengguyur kita adalah rahmat-Nya.
Padahal,
yang meluncur kencang adalah kemaksiatan dan dosa kita. Seakan
murka-Nya tersembunyi di balik kasih sayang atau rahmat Allah.
Benarlah
demikian adanya. Setiap hari kita menabung dosa, tapi justru dibalas
oleh rahmat-Nya. Bukankah kita masih diperkenankan hidup. Udara dunia
masih bisa kita hirup. Bahkan, berbagai fasilitas kehidupan pun masih
dipenuhi.
Alam
masih relatif bersahabat dengan kita bila dibandingkan dengan umat-umat
terdahulu yang langsung diazab dan direspons oleh alam ketika dosa dan
kemaksiatan semakin merajalela. Sekali lagi ini menandakan rahmat Allah
di atas murka-Nya.
Karena
itu, di hadapan para sahabatnya, Rasulullah berpesan, “Tatkala Allah
menciptakan seluruh makhluk, Allah menuliskan di dalam kitab-Nya, yang
kitab itu berada di sisi-Nya di atas Arsy, yang isinya adalah: “Sesungguhnya rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.” (HR Bukhari Muslim).
Pernah
terjadi suatu waktu, rombongan tawanan perang dihadapkan kepada
Rasulullah. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang
mencari-cari bayinya. Tatkala dia berhasil menemukan bayinya itu maka
dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan lalu menyusuinya.
Saat
itulah Rasulullah bertanya kepada rombongan itu. “Apakah menurut kalian
ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Rombongan
itu menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah.
Sementara dia sanggup untuk
mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini menyayangi anaknya.” (HR Bukhari Muslim).
Saudaraku,
jika kini kita semakin yakin betapa luasnya rahmat Allah Ta’ala maka
seharusnya kita lebih bersemangat lagi untuk menjemputnya dan jangan
sampai terlintas dalam benak pikiran untuk berputus asa. Sikap putus asa
ini adalah sifat orang-orang kafir dan sesat.
“Mereka
menjawab, ‘Kami menyampaikan berita gembira kepadamu dengan benar maka
janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.’ Ibrahim berkata,
‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Rabb- Nya, kecuali
orang-orang yang sesat’.” (QS al-Hijr: 55-56).
Yakinlah,
siapa pun kita masih terbuka peluang meraih rahmat Allah SWT, walaupun
banyak dosa dan kotoran kesalahan menyelimuti diri kita. Ingatlah,
selama kita masih menghela napas, maka pintu rahmat Allah SWT senantiasa
terbentang luas.
Allah
akan memberikan rahmat-Nya kepada orang-orang yang memintanya. Karena
itu, bersegeralah bertaubat dan meraih rahmat-Nya. Wallahu a’lam.
0 komentar:
Posting Komentar